Stasi Sebauk: Kristus Merajai Kita

Ada cerita seru pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam di Stasi Sebauk. Ketika dua orang hamba Tuhan berangkat bersama-sama menggunakan kendaraan motor masing-masing dan tiba dengan penuh semangat. Hari yang cerah begitu memikat hati penulis dan Bruder Iswanto FIC yang akan memimpin ibadat sabda di Gereja Maria Ratu Rosari Sebauk ini. Umat mulai berdatangan,  sementara kami berdua agaknya terlalu awal tiba di lokasi saking bersemangatnya. 

Sembari menanti waktu dan Gereja dibuka, kami berbincang-bincang sejenak mengenai musim buah yang nyaris tidak terjadi pada tahun ini. Disebutlah dalam cerita: buah durian,  buah pekawai, buaj sinai, dan buah-buahan musiman lainnya. Bahkan pohon mangga di sekitar jalanan terlihat lenggang tanpa bunga di pucuk-pucuknya. Hanya buah rambutan yang mulai menyembul dari balik pepohonannya yang rimbun. 

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan, kami bergegas masuk ke dalam kapel dan mempersiapkan jiwa dan raga kami untuk melayani altar-Nya yang kudus. Sesekali umat tersenyum menatap penulis dan tentu bertanya, siapa gerangan manusia yang baru menampakkan wajahnya ini? Penulis hanya membalikkan senyuman tanda bahwa sukacita beresonansi di antara kita. 

Ibadat sabda dikumandangkan,  Bruder Iswanto membuka kesakralan ibadat sabda dengan tanda kemenangan Kristus. Paduan suara bergema, bacaan sabda didengarkan, mazmur dan Alleluia terdengar begitu syahdu dan merdu. Penulis menikmati indahnya suasana ibadat sabda sembari mempersiapkan diri mengolah batin untuk menyampaikan sabda Tuhan yang dikemas dalam situasi masa kini. 

Penulis berdiri di podium,  sembari memandang ke arah umat yang menanti dengan penuh perhatian. Raja Kristus yang penuh belas kasih, itu pesan dari ke semuanya. Wajah-wajah umat penuh antusias mendengarkan, meresapi setiap nafas dan kata yang penulis hembuskan. Raja yang diinginkan Kristus,  bukanlah Raja yang berhiaskan tahta, harta dan wanita, melainkan Raja yang melayani, Raja yang penuh kasih,  Raja yang mencintai siapa saja tanpa memandang bulu. Raja yang merajai hidup kita, dan kitalah raja-raja yang meniru kepemimpinan Tuhan Yesus sendiri. Bukan sekedar orasi retorika, tetapi harapannya umat melaksanakan itu dalam dunia nyata. 

Suasana semakin sakral ketika tubuh Kristus hendak dibagikan. Kebahagiaan tak terkira, menyentuh Tubuh Tuhan dalam rupa roti yang lemah dari tahta-Nya. Memandang Dia dalam kerapuhan dan membagikannya pada umat seraya berkata, "Tubuh Kristus" dan "Amin". Betapa indahnya cinta Tuhan pada kita semua. 

Di sela-sela pengumuman, Bruder Iswanto berkata bahwa Tuhan sungguh merajai diri kita. Jika Raja sudah memanggil, maka kita sebagai hamba-Nya harus tunduk dan mengikuti-Nya ke manapun Tuhan pergi. Saat itu juga, penulis diminta memperkenalkan diri lebih jauh. Kami bersaksi bahwa panggilan ini tidak mengenal kata terlambat, bukan karena umur, tidak juga terhambat karena kemapanan. Kami terpanggil dari waktu yang panjang dan bersaksi bahwa Tuhan amat mencintai kami.

Terima kasih pada Tuhan atas waktu yang telah diberikan dan hidup kami. Kami boleh bersukacita dan bergembira bersama umat di Sebauk. Biarlah Tuhan tetap merajai kami, sehingga buah-buah kasihnya senantiasa ranum dan manis untuk dikecap oleh semua orang. Semoga semakin banyak yang terpanggil menjadi serupa dengan Dia baik sebagai imam, bruder maupun suster. 

Dokumentasi :